Aku dan Mimin sudah jarang lagi punya kesempatan untuk berdua saja,
karena isteriku sekarang lebih sering di rumah, jarang bepergian.
Sebenarnya aku juga sudah 'usaha' mendapatkan kesempatan berdua saja
dengan Mimin dengan cara menawari isteriku untuk menengok anak-anak di
Bandung. Tapi tetap saja dia tak bersedia.
"Minggu depan mereka 'kan pulang"begitu katanya, atau.
"Biarlah, toh mereka udah gede", atau.
"Ayo kita tengok bareng"
Tentu saja Aku jawab tak bisa, sibuk alasanku.
Sejauh ini 'pelajaran' yang kuberikan kepada Mimin sudah hampir
seluruhnya, seingatku. Mimin dalam umurnya yang hampir 17 tahun sudah
mengerti tentang hubungan suami-isteri, tentang bagaimana perangsangan
dilakukan, dan juga tentang ejakulasi. Menyaksikan Aku, ayah angkatnya
ejakulasi saat dia belajar mengoralku, juga menonton hubungan seks yang
kulakukan dengan isteriku dari awal sampai akhir. Bahkan dia juga sudah
merasakan sendiri nikmatnya dirangsang ketika Aku mengulumi puting
dadanya dan menjilati kewanitaannya.
Yang dia belum alami adalah orgasme-nya sendiri. Tentu saja ini sulit
kuberikan, karena Aku sudah commit tak akan merusak anak angkatku
walaupun dia pernah memintanya. Bahkan Aku sempat juga tergoda untuk
melakukannya. Tapi, biarlah yang satu itu ia dapatkan dari suaminya
kelak. Kadang Aku merindukan saat-saat berdua saja dan bebas melakukan
apa saja (kecuali yang satu itu). Tapi Aku memang benar-benar ingin lagi
merabai tubuhnya. Sudah beberapa bulan Aku tak lagi 'memeriksa' sudah
sebesar apa buah dadanya, atau sedah lebatkah bulu-bulu kelaminnya.
Kesempatan untuk berdua semakin susah kudapatkan, apalagi Mimin sudah
semakin sibuk dengan kegiatan-kegiatan eks-kul-nya. Bahkan untuk
bertanya berapa sekarang ukuran bra dia, aku tak punya kesempatan.
Tapi.... suatu pagi ketika Aku sedang di kantor, telepon berdering.
"Ayah, punya nomor telepon Avia Travel gak?" terdengar suara isteriku.
Aku hampir melonjak kegirangan. Itu artinya isteriku mau ke Bandung.
"Ada...ada... bentar Ayah cari dulu...."kataku girang.
Cepat-cepat Aku cari di HP, gak ketemu. Di buku catatan juga tak ketemu.
"Tutup dulu dah Bu, entar Ayah telepon"
Kenapa musti bingung cari-cari? Telepon saja 108, beres. Itulah Aku,
saking gembiranya sampai lupa. Aku juga tak memikirkan kenapa isteriku
tak nelepon saja ke Penerangan, mungkin dia juga lupa. Nomor sudah
kudapat.
"Kapan Ibu mau ke Bandung?"tanyaku
"Eh... siapa yang mo ke Bandung" Seketika lenyaplah kegembiraanku.
"Lhah .... nanya travel buat apa?"tanyaku.
"Ini.... ibu-ibu tetangga pada mau jalan-jalan ke Jatiluhur...."
"Oooh...."kataku melongo, dan tentu saja kecewa.
"Ibu gak ikut?"
"Pasti dong ..... boleh kan Yah..."
"Boleh....boleh...."jawabku cepat.
"Makasih ya...." Untung dia tak curiga, kenapa Aku begitu bersemangat memberi izin....
***
Hari Minggu pagi-pagi isteriku sudah sibuk melakukan persiapan untuk jalan-jalan. Mimin sibuk pula membantunya.
"Bener kamu gak ikut, Min"tanya isteriku.
"Penginnya sih Bu.... tapi udah janjian ama temen2 nih....lagian 'kan ibu-ibu semua..."
"Tante Rina bawa anaknya tuh...."
"Iya emang, tapi kan .... masa Mimin gaul ama anak SD...."kata Mimin.
"Iya sih... emang ini acara ibu-ibu. Kali aja Mimin pengin ikutan"kata isteriku.
Aku antarkan isteriku sampai pintu pagar, selanjutnya Mimin membawakan
tas berisi makanan sampai ke taman di kompleks perumahan, di mana bus
Avia travel sudah siap terparkir. Aku hanya melihatnya dari kejauhan
saja. Dasar ibu-ibu, heboh, mulutnya yang lebih banyak bekerja dibanding
tangannya. Kulihat Mimin masih disitu, padahal Aku harapkan dia segera
balik. Sampai bus berangkat dan lenyap di tikungan, barulah Mimin
pulang. Aku masih di depan pintu memperhatikan Mimin jalan menuju rumah.
Inilah saatnya.... Aha... belum-belum penisku menegang melihat Mimin
dengan blouse ketatnya. Dadanya berguncang indah ketika dia jalan cepat.
Uh.... dada anak ini sudah tumbuh sempurna. Berapa bulan ya Aku tak
melihat gumpalan daging kembar itu?
Aku masuk, dengan berdebar menunggu kedatangan Mimin. Begitu beberapa
langkah Mimin memasuki pintu, Aku sergap dan memeluknya erat-erat.
Walaupun agak kaget Miminpun segera menyambut pelukanku. Kurasakan
ganjalan dadanya memang lebih sesak.
"Min....."
"Ayah....."katanya
"Ayah kangen...."
"Kan tiap hari ketemu"katanya.
"Iya, tapi udah lama Ayah engga peluk kamu..."
"Iya ya Yah.... dah lama banget"
"Tubuh kamu....."kataku sambil merabai pantatnya. Makin padat dan makin membulat.
"Kanapa tubuh Mimin Yah...."
"Makin sexy aja...."
"Masa' sih Yah....."katanya sambil melepas pelukan dan mengamati tubuhnya sendiri.
"Rasanya biasa aja tuh.... sexy gimana Yah..."sambungnya.
Kutangkupkan kedua telapak tanganku ke kedua buah dadanya.
"Buah dadamu udah gede sekarang"kataku.
"Berapa sekarang ukuran bra kamu?"
"34B Yah...."
"Wow... udah sama ama punya Ibu tuh..."komentarku.
Kedua tanganku turun ke pinggangnya.
"Pinggang kamu mkin ramping...."
"Engga kok Yah....ukuran celana masih sama tuh..."
"Oh...mungkin ini nih..."kataku sambil tanganku merabai lengkungan indah pinggulnya.
"Pinggulmu nambah jadi pinggangmu terlihat menyusut"
Lalu tanganku ke belakang tubuhnya dan lalu meremasi kedua gumpalan pantatnya.
"Pantatmu ..... hmmm..... sexy banget...."
Lalu dengan cepat tanganku menuju dadanya melepas kancing blouse-nya satu persatu.
"Ayah mo ngapain...."
"Mimin blum mandi....."katanya lagi. Tangannya mencegah tanganku.
"Cuman pengin ngeliat aja..."kataku.
Lalu tangannya melepas tanganku. Aku meneruskan pekerjaaanku sampai
semua kancingnya lepas. Juga blouse-nya sekalian kutanggalkan. Mimin tak
menolak.
Cup bra warna krem itu bagai tak mampu menampung kedua 'bola' putih mulus itu.
"Hmmm.... kaya'nya kamu harus pakai 36 Min...."
"Udah pernah nyoba.... kegedean Yah...."
"Atau coba yang 34 cup C deh...."
"Iya keknya"katanya.
Tanganku bergerak ke punggungnya dan melepas kaitan bra-nya. Mimin biasa saja, tak berreaksi. Bra itu terlepas....
Wow !
Kini kedua bola kembar itu tampak seutuhnya.
Sepasang gumpalan daging yang dibungkus oleh kulit putih dan mulus,
tanpa cacat. Urat-urat kehijauan samar-samar menghiasi, menambah
keindahan buah dada perawan ini. Mataku tak berkesip memandanginya...
"Kenapa Yah.... sampai melotot gitu...."katanya.
Puting dadanya berwarna nyaris pink, masih kecil seperti dulu, bedanya, sekarang menonjol menggemaskan.
"Puting dadamu......"
"Kenapa?"
"Udah nonjol, sekarang...."
"Habisnya.... Ayah raba-raba.... kan Mimin jadi horny...."
Aku terkejut. Dia sudah mengenal kata 'horny'. Rasanya Aku belum pernah mengnalkan kata itu.
Langsung saja mulutku merapat hendak menjangkau puting indahnya.
"Yah.... Mimin blum mandi....."
Aku tak peduli. Tak ada aroma aneh. Kukemot pelan-pelan puting yang mulai mengeras itu.
Mimin melenguh pelan.
Mulutku mengemoti puting kirinya sedangkan telapak tanganku meremasi dada kanannya. Puting itu makin keras.
Mimin merintih....
Sudah mirip rintihan wanita dewasa yang sedang menikmati rangsangan pada tubuhnya, bukan lagi rintihan gadis 16 tahun...
"Kita ke kamar Yah....."bisiknya pelan sambil terengah
Aku tersadar. Aku menciumi buah dada anak angkatku di ruang tamu. Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang masuk ?
Kututup pintu depan dan kukunci, lalu Aku membimbing Mimin masuk ke
kamarnya. Mimin masih sempat menyambar blouse dan bra yang tercecer di
lantai. Mimin langsung merebahkan diri ke kasur. Aku mengikutinya dan
menindih tubuhnya.
"Ayah udah keras....."katanya lemah.
"Terasa ya...."kataku.
Kubelai-belai dulu seluruh wajahnya. Dimataku, pagi ini Mimin jadi
cantik luar biasa. Wajah putih bersih itu jadi bersemu merah. Aku
langsung mencium bibirnya dan Mimin menyambut ciumanku dengan hangat.
Bibir dan lidahnya segera bermain mengimbangi permainanku. Berbeda
dengan ciuman beberapa bulan lalu, kali ini ciuman Mimin terkesan ganas.
Aku tak ingat lagi bahwa wanita yang sedang kutindih tubuhnya dan
kulumat bibirnya ini adalah anak angkatku. Rasanya Aku sedang mencumbui
isteriku, cumbuan dalam proses menuju hubungan suami isteri. Dalam
bayanganku, isteriku ini menjadi jauh lebih muda. Terbayang kan
nikmatnya ? Aku lupa bahwa isteriku sebenarnya sekarang sedang duduk
dalam bus menuju Jatiluhur.
Lelah berciuman, biasanya mulutku terus ke bawah menciumi leher.
Biasanya isteriku menggelinjang menerima ciuman di lehernya. Tapi
"isteri"ku ini hanya merintih dan merintih, tubuhnya hanya sedikit
ber-gerak-gerak, bukan menggelinjang. Dari leher turun ke dada,
pastilah.
Aku mulai dari menciumi buah sebelah kanan sementara tanganku meremasi
dada kiri. Dalam genggamanku buah ini sama besarnya milik isteriku,
tapi... kekenyalannya jauh berbeda. Dada "isteriku" ini begitu keras dan
padat. Mulutkupun merasakan perbedaan. Puting yang sedang kukemot ini
lebih mungil. Reaksinya juga beda. Berbeda dengan Mimin beberapa bulan
lalu sering geli-geli sehingga kadang2 menepis, Mimin sekarang
menikmatinya dengan merintih-rintih dan tubuh berkelojotan, sehingga
sering mulutku harus mengikuti 'buah' yang 'berlari' kesana-kemari. Lalu
tangan dan mulutku berganti peran, mulutku pindah ke dada kiri dan
tanganku ke dada kanan.
Tapi tak lama, Aku seolah "diingatkan" oleh gerakan pinggulnya yang
mendesakkan selangkangannya ke selangkanganku. Diingatkan ada yang belum
kujamah. Tanganku melepas buah dadanya dan bergerak ke bawah menyusup
ke balik rok-nya, lalu menyusup sekali lagi ke balik celana dalamnya.
Ehm.... terasa oleh tanganku, bulu-bulu halus itu. Memang seperti yang
sudah kuduga, Mimin telah basah. Tapi Aku tak mengira dia akan sekuyup
ini. Kakinya membuka seolah memberi jalan untuk tanganku. Begitu ujung
jariku menyentuhnya, Mimin langsung melenguh keras, dan panjang.
"Ooh....ayah...."
"Napa Min...."
"....Sedap....banget...."katanya terputus-putus.
Padahal jariku cuma menggosoki clit dan pintu liangnya.
Tiba pada tahap selanjutnya, yaitu seperti biasa, Aku akan membenamkan
kepalaku di selangkangan isteriku, cunillingus. Maka Aku bangkit,
memelorotkan rok dan sekaligus celana dalamnya. Sejenak Aku tertegun.
Dua hal yang membuatku 'pause', pertama, yang sedang kutelanjangi ini
ternyata bukan isteriku seperti bayanganku tadi. Dan kedua, vagina ini
sudah berubah. Permukaannya sudah ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir
merata. Mirip vagina artis JAV yang sering kulihat di internet, kalau
tak salah namanya Miyabi...
Isteriku atau bukan, kali ini dia adalah milikku. Lalu ketika aku menundukkan kepala, "isteriku" ini bangkit.
"Yah.... jangan di sini....'
"Kenapa...?"
"Kalo-kalo temen Mimin nanti dateng.... biasanya langsung ke kamar...."
"Emang jam berapa mereka dateng"
Mimin melirij jam dinding.
"Masih sejam lagi sih.... tapi...."
"OK. kita pindah ke kamar Ayah"kataku.
Mimin bangkit sambil buru2 menyambar pakaiannya yang berserakan.
Sampai di kamarku, tiba-tiba Aku ingat sesuatu.
"Kita ke atas aja yuk...."
Kalau teman2 Mimin datang pasti akan mendengar lenguhan Mimin yang
sekarang jadi keras. Mimin menangkap maksudku, maka dengan masih
telanjang bulat sambil menggamit pakaiannya Mimin naik tangga. Aku ikut
di belakangnya sambil menikmati goyang pantat polosnya yang begitu
menggairahkan.
Kita berdua masuk ke kamar anakku dan langsung menguncinya. Mimin rebah
terlentang di kasur, pahanya dibuka lebar-lebar menyuguhkan belahan
vagina yang membasah. Aku juga langsung melepas seluruh pakaianku dan
menyerbu selangkangan Mimin. Segera tercium aroma khas perawan, aroma
yang kusukai. Aku mulai dengan menjilati clit dan liangnya. Mimin
lagi-lagi merintih dan tubuhnya gelisah.
"Ayah.....Ayah...."serunya pelan di sela-sela rintihannya. Beberapa menit kemudian.... tibalah saatnya.
"Ayo ...Yah.... masukin....sekarang....."katanya terputus-putus.
Aku bangkit dan bertumpu pada kedua lututku. Kelaminku dengan gagahnya
telah siap. Kami berdua sudah terrangsang sedemikian tingginya sehingga
kami lupa tentang diri kami masing-masing. Yang Aku ingat hanyalah Aku
segera akan memasuki tubuh perempuan yang gelisah membasah ini.
Kuletakkan kepala penisku di liang senggama Mimin yang hanya terlihat
seperti garis lembab. Kugosok-gosokan vertikal dari kelentit ke bawah
dan sebaliknya. Begitu terus berulang-ulang agar "garis" itu membuka.
Mimin makin tak karuan.
Lalu.... pada posisi yang tepat, Aku menekan pelan. Mentok. Kepala
penisku seperti membentur dinding. Kuulang menggosok lagi beberapa kali,
lalu mulai menekan, agak keras. Kepala penisku nyaris tenggelam ketika
Mimin mengaduh. Kulihat wajahnya berkerut menahan sakit. Tekanan
kukendorkan.
"Sakit...Min....."
Mimin mengangguk-angguk. Bibirnya mengatup, kepalanya tengadah menatap atap dan matanya terpejam.
"Terus aja Yah...."serunya agak keras.
Justru suaranya yang agak keras ini menggugah kesadaranku. Sebentar lagi
Aku akan merobek selaput dara anak angkatku. Pantaskah perbuatanku ini?
".....Ayo Yah....."
Anakku lah yang mengundang, akankah Aku menerima undangannya ?
Aku bimbang.
Antara ya dan tidak
Antara memenuhi nafsu dan menimbang moral.
Sempitnya vagina ini memang menggiurkanku untuk merasakan sensasi yang
pernah kurasakan belasan tahun lalu di waktu malam pengantin. Tapi,
harus dibayar mahal oleh masa depan anak perwan ini.
Begitu bejatkah Aku ?
Tidak ! Aku tak sebejat itu. Mengorbankan masa depan anak angkat hanya demi sensasi selaput dara.
Aku menarik kelaminku.
Mata Mimin terbuka.
"Kenapa Ayah....?"
Aku hanya memandanginya.
"Ayah....?"
"Engga, Min...."
Wajah Mimin masih menatapku dengan keheranan.
"Sebaiknya tidak kita lakukan...."kataku.
"Tapi Ayah.... Mimin pengin ngerasain....."
"Tidak Mimin, tidak sepantasnya ...."
"Mimin ingin Ayah yang pertama melakukannya...."
Aku hanya diam.
"Aku rela Yah......"
Aku bingung.
Tapi di saat kritis begini, Aku tiba-tiba menemukan jalan keluar.
Kubenamkan lagi wajahku ke selangkangan Mimin. Kujilati lagi clit-nya, liangnya.
Mimin kembali mendesah.
Bahkan clitnya kini kukemot-kemot.
Mimin makin tak karuan.
Aku terus tak peduli rintihannya.
....Sampai beberapa menit kemudian......
Tubuhnya mengejang hebat. pahanya menjepit kepalaku dengan kencang.
Lalu kudengar lenguhan panjang, bahkan teriakan nada tinggi.
Kurasakan tubuhnya bergetar dan lalu berkedut-kedut beraturan, beberapa kali.
Mimin telah sampai.
"Ayah......... enak bangeeet........"
Kulepas kemotanku, kubiarkan tubuhnya berkedutan. beberapa lama.
Lalu kurasakan jepitan pahanya melonggar.
Pahanya jatuh, tubuhnya rebah lemas.
Aku melepaskan diri. Mimin lalu meraih tubuhku dan memelukku kencang.
"Terima kasih Ayah....... enak banget......"
Aku juga memeluknya erat.
"Baru kali ini Mimin merasakan sedapnya......"
Mimin telah merasakan orgasme pertamanya...... !
Orgasme Sang Perawan,
Orgasme clitoral.
Kubiarkan Mimin larut menikmati orgasme pertamanya. Wajahnya bersemu
merah dihiasi butiran2 keringat, matanya masih terpejam. Pinggulnya
kadang masih berkedut. Beberapa menit kemudian tubuhnya mulai agak
tenang, dan matanya membuka, menatapku, dan tersenyum... (Friends,
menurutku senyum yang paling indah adalah senyum tulus dari cewe yang
baru saja mengalami orgasme ! Silakan buktiin sendiri...he..he..)
"Makasih Ayah...."ujarnya pelan.
Aku mendekati wajahnya dan kucium pipinya dengan lembut. Tanpa kusengaja penisku menyentuh pinggangnya.
"Oh...." seru Mimin.".....Ayah...belum....."lanjutnya.
Dipegangnya penisku yang masih agak keras. Dielus-elusnya sampai
mengeras kembali. Lalu dia bangkit dan kepalanya menuju ke
selangkanganku, diciuminya penisku. Aku mulai 'naik' lagi.
Dijilatinya batangku sebelum akhirnya dimasukkan ke mulutnya yang
mungil. Aku melenguh. Mimin makin semangat mengulum dan menghisap.
Nafsuku merambat seiring dengan desisan mulutku.
Mimin mengerjai kelaminku dengan bervariasi seperti yang pernah
kuajarkan. Kepalanya naik-turun lalu berhenti untuk menyedot-nyedot
'kepala'ku. Kadang dia mengulum sampai jauh ke belakang sehingga ujung
penisku menyentuh kerongkongannya, kadang dia lepas kulumannya untuk
sekedar menjilat-jilat batang. Semuanya membuatku makin tak karuan
rasanya. Aku nilai Mimin sudah lihai dalam memberikan oral-sex kepada
Ayah angkatnya. Rasanya tak ada semilipun bagian kelaminku yang terlewat
oleh mulut dan lidahnya. Mimin begitu telaten melakukan 'pekerjaan'nya.
Tentu saja ulahnya ini membuatku makin melayang di awang-awang. Kalau
Aku memejamkan mata, segera terbayang yang sedang melakukan oral ini
adalah isteriku. Tapi begitu membuka mata, Aku tersadar.... dia adalah
Mimin yang sekarang keterampilannya dalam meng-oral sudah menyamai
isteriku. Ketika kepalanya sedang tak banyak gerak karena menghisap, Aku
membelai-belai rambutnya.
"Mimin......"kataku pelan, setengah merintih.
Mimin tak menghentikan pekerjaannya, hanya bola matanya menatapku sejenak, lalu nunduk lagi menatap kelaminku.
Tatapan mata yang hanya sedetik itu membuatku merasakan sesuatu yang lain, suatu perasaan yang lebih nikmat.
"Mimin...." Aku memanggilnya lagi. Dia menatapku lagi hanya sekejap lalu nunduk lagi dan tetap pada aksinya.
Kubelai rambut dan keningnya. Mimin terus saja meng-oral.
"Min... liat Ayah Min...."
Kulumannya berhenti, matanya menatap mataku penuh tanda tanya.
"Teruskan Min.... tapi sambil liat Ayah..."
Mimin nurut. Kembali ia asyik dengan pekerjaannya tapi kini sambil menatapku.
Uuiih.... rasanya.... selangit.
Ini mungkin subyektif, rasanya Aku jadi enjoy banget ketika seorang cewe meng-oralku sambil bertatapan mata. Bukan main rasanya.
(Aku perlu informasi nih, gimana dengan kalian para BFers, lebih
merasakan enak atau biasa2 aja kalau kalian di-oral sambil bertatapan
mata. Belum pernah ? Coba dong....). Supaya lebih nyaman Aku mengubah
posisi. Kubilang ke Mimin untuk melepas sebentar. Aku pindah duduk ke
satu2nya sofa di kamar anakku, duduk senyaman mungkin. Mimin 'lesehan'
di karpet di depanku. Sekarang posisinya lebih santai tak perlu menunduk
dalam-dalam. Mimin memulai aksinya lagi, kini matanya tak lepas dari
mataku. Yang begini nih... yang membuatku cepat merambat. Bayangkan,
mata saling bertatapan sementara mulutnya asyik mengulumi penisku.
Seluruh aksinya dengan mudah Aku tonton. Aku makin naik....
Dulu sewaktu Aku mengenalkan untuk pertama kalinya dia melakukan oral,
Aku tak menyetop atau melakukan gerakan lain ketika Aku ejakulasi.
Semprotan pertama sempat di dalam mulutnya sebelum dia melepas
kulumannya dan meludah. Kali ini Aku ingin dia seperti yang dilakukan
isteriku, yaitu membiarkan Aku memancarkan cairan di dalam mulut.
Setelah itu terserah Mimin, mau ditelan atau dibuang. Isteriku kadang
menelan kadang membuang tergantung mood-nya.
Aku masih terus membelai-belai rambutnya, kadang memegang kepalanya.
Sewaktu kurasakan rambatan semakin naik, Aku semakin sering memegang
kepalanya dibanding membelai rambut. Aku memang ada niatan nakal. Ketika
Aku merasakan waktunya hampir tiba, Aku tak pernah membelai lagi, tapi
terus memegang kepalanya. Dan......... ketika saatnya tiba....
Aku pegang kepalanya (oh.... jahatnya Aku), kupancarkan mani di dalam
mulut Mimin. Bersamaan dengan pancaran pertama, Mimin memundurkan
kepalanya hendak melepaskan kuluman, tapi tanganku menahannya. Pancaran
kedua, kudengar Mimin menggumam. Pancaran ketiga dan seterusnya Mimin
membiarkan saja apa yang terjadi. Dia mungkin merasa bahwa Aku memang
menginginkan begitu.
Sampai akhirnya penisku tak berkedut lagi, Aku melepas pegangan
kepalanya dan Mimin melepaskan kulumannya dengan mulut tetap mengatup.
Buru2 dia mencari-cari tissu. Diambilnya beberapa lembar dengan cepat,
lalu ditumpahkan isi mulutnya ke atas gumpalan tissu...
"Iih....Ayah..... "katanya terengah.
"Kenapa Min?"
"Pas keluar, kepala Mimin malah ditahan...."
"Sorry ya Min.... "
"Untung engga ketelen...."
"Ketelen juga gak pa-pa"kataku. Mimin menoleh kaget. Ditatapnya mataku, menunggu penjelasan.
Kujelaskan tentang air mani, bersih, sepanjang si empunya tak penyakitan, protein, dll...
"Sorry ya Min..... Ayah merasa lebih nikmat begitu...."
"Oh iya, beneran Yah ?"
"Iya, beneran"
"Kalo Ayah ngerasa lebih enak, lain kali Mimin engga ngelepas deh...."
Kami masih tergeletak telanjang, sama-sama puas, sebelum akhirnya Mimin mengingatkan sebentar lagi teman2nya mau datang.
"Siapa aja yang mau dateng?"tanyaku.
"Biasa... Dity dan Trissy..."
"Dity yang kamu bilang dadanya gede itu ya...."
"Kok Ayah masih inget aja"
"Iya dong. Temen2 anaknya harus Ayah kenal. Kalo Trissy yang mana tuh?"
"Emmm... yang putih, rada kurus, tinggi"
"Oh itu.... tapi rasanya engga lebih tinggi dari kamu"
"Samalah kira2. kan Mimin termasuk tinggi..."
"Tinggi dan sexy...."tambahku. sambil meremas dadanya.
"Ih.... Ayah genit"
Aku berpakaian dan Mimin memunguti pakaiannya lalu keluar kamar, turun,
dan langsung masuk ke kamar mandi. Terdengar guyuran air.
Aku masuk ke kamarku juga untuk mandi, dan keramas....
***
Keluar dari kamar mandi sudah terdengar dari kamar Mimin suara ribut
cewe-cewe, sudah datang rupanya teman2 Mimin. Aku ke ruang tengah baca
koran. Pintu kamar Mimin terbuka, Mimin nongol.
"Eh ... Ayah udah selesai...."katanya. Dia masuk kamar lagi. Selesai apanya?
Lalu mereka bertiga keluar kamar.
"Yah.... Dity ama Trissy mo lebaran ama Ayah"
Kuletakkan koran lalu Aku bangkit. Dity menghampiriku sambil senyum.
Anak ini sudah lebih dewasa dibanding yang kulihat beberapa bulan lalu.
Memang dia sering main ke rumah, tapi Aku jarang ketemu. Dadanya
membulat kencang, senyumnya manis, kulitnya bersih walau tak seputih
Mimin.
"Selamat Lebaran Oom...."
"Kemana aja kamu"
"Ada. Dity kan sering ke sini, Oom aja yang gak liat..." Bersalaman. Di
belakangnya berdiri Trissy. Aku ingat anak ini dulu kurus, sekarang
tubuhnya telah berbentuk, padat langsing. Kelihatannya dadanya kencang
walau tak besar. Masih putih seperti dulu.
"Selamat Lebaran Oom...."kata Trissy. Lengan tangannya berbulu halus, menambah sexy.
"Kamu juga.... udah lama gak lihat eh.... udah gede ya sekarang" Sialan,
tanpa kusadari Aku melirik dadanya yang sudah bertumbuh.
Basa-basi sebentar sebelum mereka minta izin kembali ke kamar.
Kembali Aku duduk pegang koran, tapi pikiranku melantur...
Seandainya anak2 itu jadi "murid"ku juga seperti Mimin.... Ah, ngaco.
Ramai obrolannya, entah apa saja yang dibicarakan, Aku tak bisa
menangkap. Sebentar2 diselingi dengan ketawa meriah. Itulah ABG, di
mana2 sama.
Sekarang apa yang harus kulakukan ? Kalau ngelamun terus begini
pikiranku jadi ngeres, terus kepingin menelanjangi Mimin lagi. Hari
libur, isteri tak ada, seharusnya bisa seharian menghabiskan waktu
bertelanjang dengan Mimin. Tapi masa Aku usir teman2nya. Bingung Aku mau
ngapain. Cuma bisa berharap teman2nya segera pulang. Tak mungkinlah,
mereka sudah biasa berkumpul berjam-jam sampai sore.
Baca lagi, timbul kantuk, dan Aku tertidur di kursi......
Aku terbangun ketika seseorang menepuk pundakku.
"Eh.... sorry... Ayah tidur ya...."kata Mimin. Kuliat arloji, oh... Aku
ketiduran sampai sejam. Rupanya ejakulasi memuaskan pagi tadi membuatku
terlelap...
"Teman2mu udah pulang?"
"Belum.... Eh, Yah" Mimin mendekatkan mulutnya ke telingaku.
"Bentar lagi mo pada buka2an tuh...."bisiknya.
Aku belum tersadar sepenuhnya.
"Buka apa?"tanyaku.
"Ih Ayah.... kaya dulu yang Mimin ceritakan"
Perlahan kesadaranku pulih.
Ya, Aku ingat. Mimin pernah cerita, teman2nya kalau di kamar rame2 suka saling membuka pakaian memperlihatkan tubuh masing2.
Aku tak tahu kenapa Mimin perlu bilang hal itu kepadaku. Apakah dia ingin supaya Aku melihat tubuh teman2nya?
"Kok bilang ke Ayah?"
"Ssst.... pelan2"bisiknya."Bukan gitu. Tadi Aku disuruh ngecek Ayah ada dimana, lagi apa, sebelum mulai 'acara' "katanya.
"Trus?"
"Kali aja Ayah mo liat...."
Gila. Apa anak ini sudah gila? Oh iya, baru Aku ingat. Dulu Mimin pernah
mengeluh tentang dadanya yang kecil belum tumbuh sambil membandingkan
dada temannya, ya Si Dity ini. Mendadak timbul ideku, ide yang
menyenangkan.
"Mau, mau"kataku bersemangat.
"Idih.... semangat bener..."
"Lho kan dulu kamu pernah cerita....."
"Iya ...iya...makanya Mimin tawarin"
"Bilang aja Ayah ada di kamar udah tidur"kataku.
"Entar Ayah ngintip dari kamar Ayah?"
"Ya"
"Mana bisa Yah...."
Anak ini pintar. Posisi daun pintu hanya memungkinkan seseorang
mengintip dari kamar Mimin ke kamarku, bukan sebaliknya. Selain dari
pintu, tak ada lubang lain di dinding pemisah kedua kamar itu. Apa akal ?
Ini kesempatan emas ! Ayo pikir ! Dan, jalan menuju kesesatan selalu
mudah ditemukan, ide segera didapat.
"Gini aja Min, bilang aja Ayah ada di kamar, entar gak enak kalo ketahuan"
"Sementara Ayah mo beresin kamar di atas. Nanti kamu bilang kalo mo buka2an di kamar atas aja, aman"lanjutku.
"Kalo soal beginian, Ayah jagonya deh...."kata Mimin sambil beranjak
kembali ke kamarnya. Aku hanya sempat menepuk pantat padatnya.
Aku ke atas ke kamar yang tadi kugunakan bersama Mimin. Aku beres-beres
sampai rapi. Rencananya, Mimin kusuruh ajak teman2nya buat buka2an di
kamar ini, sedangkan Aku bisa ngintip dari kamar sebelah lewat lubang
angin yang berlapis kawat nyamuk. Aku lalu ke kamar sebelah untuk
menyiapkan acara pengintipan. Pelan2 banget Aku geser meja belajar
anakku ke dekat lubang angin, lau Aku coba mengintip. Ah, posisinya
kurang pas. Mereka pastinya akan beraksi di tempat tidur. Pandangan dari
sini ke tempat tidur sebelah kurang leluasa.
Aha, kenapa tak ditukar saja. Mereka Aku suruh ke kamar ini sementara
Aku ngintip dari kamar sebelah. Posisi tempat tidurnya pas, dan lebih
terang karena jendela kamar ini langsung menuju ke arah depan rumah.
Dengan hati2 ku kembalikan posisi meja belajar, dan Aku tinggal
menggeser sedikit posisi tempat tidur supaya seluruh permukaatn tempat
tidur bisa ku"monitor" dari kamar sebelah. Aku kembali ke kamar sebelah
untuk mempersiapkan tempat pengintipan. Aku geser meja ke dinding yang
ada lubang anginnya, aku naik dan ..... pandangan ke sebelah luas,
terang, dan leluasa ! Tapi harus ditest dulu supaya keamanan terjamin.
Kutaruh suatu benda di dekat lubang angin, Aku turun dan mematikan lampu
kamar, dan menuju ke "kamar shooting". Dari tempat tidur "shooting" Aku
memandang ke lubang angin. Gelap. benda tadi hanya samar banget
terlihatnya. Aman. Kamar ini sengaja pintunya kubuka lebar-lebar,
sedangkan pintu kamar sebelah Aku tutup rapat. Show time....
Aku turun sambil berpikir gimana caranya memberitahu ke Mimin bahwa
kamar sudah siap. Aku masuk ke kamarku, terbatuk-batuk supaya Mimin tahu
keberadaanku. Benar saja, tak lama kemudian MImin masuk kamarku, Aku
segera memberi "instruksi" supaya acaranya di kamar atas depan saja.
"Jadi Ayah di kamar tengah?"tanyanya setengah berbisik
"Ya"
"Tapi hati2 ya Yah, jangan sampai ketahuan"
"Beres"
Kudengar mereka dengan berhati-hati naik ke lantai atas. Dengan tak
sabaran dan bertelanjang kaki Aku menyusul ke atas dan langsung masuk ke
kamar tengah. terdengar suara cekikikan meraka. Hati2 Aku naik ke meja
dan mendekat ke lubang angin. Dan.......
Mereka bertiga sudah membuka baju masing2, hanya ber-bra tapi bawahannya
masih lengkap. Mereka ketawa-tawa sambil saling colek. Dity jelas buah
dadanya bagai tak tertampung oleh bra-nya. Pinggirannya jelas membulat.
Tapi Trissy, Aku tak menyangka. Tadi sewaktu salaman, dari luar kulihat
dadanya biasa saja, hanya sedikit tonjolan kecil. Tapi setelah dia buka
baju, dada itu jelas berbentuk dan menonjol. Memang kecil, tapi
bentuknya indah, bulat dan nonjol. Pelan tapi pasti, penisku mengembang
dan mengeras. Mimin tak perlu kuceritakan, kalian sudah tahu semua kan ?
Mereka saling meminta kawannya agar duluan membuka bra. Trissy mencoba menarik bra Dity. Dity memegang erat bra-nya.
"Ya udah...gw duluan...."kata Mimin. Dengan tenang Mimin mencopot bra-nya.
"Oh.... punya elo gede sekarang"kata Trissy.
"Eh...ini apaan.... kaya bekas cupang"kata Dity menunjuk buah dada kiri
Mimin. Disambut ketawa ngakak mereka berdua. Mimin hanya senyum kecut.
Ah.... tadi Aku ciumin dada kiri Mimin dengan gemasnya. Mungkin sekarang berbekas.
"Sekarang buka"kata Mimin
"Elo dulu"kata Trissy nunjuk Dity.
"Elo duluan"sahut Dity
"Gimana sih elo....katanya tadi pengin buka2an..."kata Mimin.
"Ya tuh Dity..."
"Eh, elo yang ngotot pengin..."
"Elo juga"
"Suit deh..."kata Mimin. Berdua suit, Trissy kalah, dia mulai membuka
kaitan bra di punggung, dan dadanya kini terbuka. Benar2 dada yang
menggemaskan. Putih, kecil, bulat, menonjol, dan putingnya mungil hampir
tak kelihatan. Penisku kini telah tegang. Ah...Aku pengin lagi.
"Sekarang elo" Aku dikejutkan teriakan Trissy. Dity membuka bra-nya....
Dua gumpalan itu serasa terbebas dari kungkungan. Benar kata Mimin, buah
dada Dity memang besar. Anak ini paling umurnya baru 17 tahun juga,
tapi dadanya.... Putingnyapun jelas menonjol ke depan. Serasa enak kalau
dikemot-kemot... Walaupun terkesan berat, tapi buah itu masih tegak ke
depan, tidak turun. Inilah menangnya umur ABG, masih serba kencang.
"Tuh bola apa toket..."kata Trissy sambil tangannya memegang bulatan. Dity menangkis.
"Makin gede aja punya elo...."kata Mimin.
Besarnya mirip buah dada isteriku, tapi jelas lebih kencang punya Dity.
Aku makin gelisah...
AKu lalu ingat isteriku. Sedang apa dia ya. Aku kini sungguh2 berharap isteriku segera pulang, tapi ini belum sore....
"Ayo kita lepas semuanya..." kata Mimin sambil melepas roknya. Kedua
temannya juga berbuat yang sama. Tapi saatnya Mimin sudah telanjang
bulat, kedua temannya masih belum bersedia melepas celana dalamnya.
Mendadak Mimin menangkap tubuh Trissy dari belakang.
Dity segera tahu apa yang harus diperbuat. Dipelorotkannya celana dalam
Trissy, Trissy meronta-ronta. Tapi dikeroyok dua orang Trissy tak
berdaya. Celana dalam crem itupun terlepas sudah, menyajikan bulu2 yang
sungguh lebat ! Giliran Dity yang dikeroyok.
"Udah.... udah.... gw lepas sendiri..."teriak Dity. Kini ketiganya sudah
bugil. Bulu2 Dity sedikit lebih rimbun dibanding bulu Mimin.
Ketiganya kini tergolek di kasur. Tiga gadis remaja telentang berjajar,
semuanya bugil. Sungguh pemandangan yang indah ! Mereka ngobrol acuh.
Tak jelas apa yang diomongkan.
Aku yang tak kuat ....
Aku membayangkan, seandainya Dity, atau Trissy, tergolek seperti itu dan
Aku ada di situ, mungkin Aku dengan lancarnya akan memasukkan kelaminku
menembus keperawanannya, tanpa hambatan mental seperti yang kualami
pada Mimin. Mereka toh bukan anak angkatku... Tapi apakah mereka juga
bersedia seperti Mimin? Mereka harus jadi muridku dulu...
Mimin bangkit, menyambar kain selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Kemana elo?"tanya dua temannya berbarengan.
"Mo ke bawah, ngecek babe dulu sambil ambil minuman...haus euy..."
"Jangan pake lama ya..."
Mimin keluar kamar dan turun ke lantai 1.
Aku dengan amat hati2 tak bersuara, turun dari tempat ngintip, keluar kamar mengikuti Mimin.
"Min...."
Mimikn menoleh kaget. Matanya melirik ke bawah tubuhku yang amat jelas
menonjol. Aku seret dia masuk ke kamarku, sekali renggut kain selimutnya
jatuh ke lantai, kutarik ke kasur. Dengan cepat kubuka celanaku, dan
kudekatkan kelaminku yang sudah mengeras ke mulutnya. tanpa bicara Mimin
mengerti maksudku. Didorongnya tubuhku hingga rebah terlentang.
"Hi..hi.... Ayah gak tahan ya....."
Dia mulai meng-oralku. Dia sudah tahu, matanya menatap mataku. Tapi
justru Aku yang merem, karena membayangkan Dity yang melakukannya.
Mungkin karena didahului oleh pameran tubuh2 remaja tadi, mungkin juga
karena membayangkan Dity, dan kadang2 berganti Trissy yang melakukannya,
Aku jadi cepat "naik".
naik semakin tinggi....
terbang....
melayang di awan....
Dan....
Mimin tahu apa yang harus dilakukannya
Tanpa dipegangi kepalanya, Mimin membiarkan penisku tetap di dalam mulutnya ketika Aku sampai di puncak.
Penisku berdenyut-denyut sambil memuntahkan sperma di dalam mulut Mimin....
Mulutnya tetap 'menggenggam' penisku hingga denyutan berhenti.
Mimin telah belajar....
Cara melepasnyapun sudah pintar
Surut ke belakang dengan bibir masih melekat erat, menyapu...
Juga mengambil tissu, setelahnya. Tapi hanya untuk mengelap mulutnya, tidak untuk menampung seperti tadi.
"Mimin......?"
Mimin mengangguk.
"Habisnya .... waktu ayah keluar tadi, punya Ayah pas di dalem banget, ketelen deh ama Mimin...."
Semuanya?
"Tanggung.... Mimin telen aja semuanya...."
"Gimana rasanya?"
"Aneh"